Tuk Bayar Utang

Bisakah Indonesia Menghindari Jebakan Hutang Tiongkok?



Indonesia menandatangani 23 proyek kolaboratif skema China's Belt and Road Initiative (BRI) pada konferensi BRI di Beijing pada 26 April 2019, yang meliputi proyek di Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Maluku, dan Bali.

Proyek-proyek tersebut terdiri dari pembangunan kawasan industri dan infrastruktur pendukung, proyek pembangkit listrik pengolahan sampah, dan taman teknologi. Namun, pertanyaannya adalah apakah inisiatif ini pada akhirnya dapat menguntungkan Indonesia? Resiko apa yang harus dihadapi dan dipertimbangkan oleh Jakarta?

Skema China, yang sebelumnya dikenal sebagai Jalan Satu Sabuk Satu, sering dianggap kontroversial. BRI sendiri merupakan strategi pembangunan global yang diprakarsai oleh China Xi Jinping pada tahun 2013. 

Saat ini, program tersebut telah menarik keterlibatan lebih dari 20 negara di seluruh dunia, dan telah memfasilitasi pembangunan beberapa pabrik, pelabuhan, dan fasilitas komersial lainnya di negara-negara peserta. 

Di Indonesia, banyak pihak yang mengkritisi keterlibatan negara di BRI. Ada yang berpendapat skema ini akan melahirkan jebakan utang. 

Hal ini mulai terlihat di Afrika, di mana negara-negara Afrika yang relatif miskin menerima dana investasi infrastruktur China yang besar dan menggunakan dana tersebut untuk proyek pembangunan infrastruktur nasional mereka yang juga dijalankan oleh perusahaan China. 

Misalnya, Presiden Tanzania John Magufuli baru-baru ini membekukan pembangunan Pelabuhan Bagamoyo, yang akan menjadi salah satu pelabuhan terbesar di Afrika Timur, karena sejumlah perjanjian eksploitatif. 

Contoh lain adalah perjanjian pertukaran utang untuk ekuitas antara China dan Sri Lanka, di mana China bersedia menghapus utang Sri Lanka sebesar $ 8 miliar jika pemerintah Sri Lanka setuju untuk menyewakan Pelabuhan Hambantota ke China selama 99 tahun. 

Memang, tidak dapat diabaikan bahwa sebagian besar dari Belt and Road Initiative adalah untuk kepentingan politik dan ekonomi China. Banyak dari inisiatif ini telah dilakukan untuk menempatkan China pada posisi yang menguntungkan. 

Namun bukan berarti tidak ada manfaat yang bisa diambil negara seperti Indonesia dari skema BRI, selama mereka mengambil langkah-langkah untuk melindungi kepentingan nasionalnya. 

Bisakah Indonesia Menghindari Jebakan Hutang Tiongkok?

Pekerjaan rumah Indonesia untuk meraup keuntungan dari BRI 

Banyak proyek infrastruktur China di Afrika, misalnya, sangat bermanfaat bagi negara penerima, seluruh benua, dan bahkan kepentingan perdagangan global. Proyek-proyek ini termasuk proyek infrastruktur rel kereta api, jalan raya, pelabuhan, dan bahkan proyek pembangkit listrik 2.600 megawatt di Nigeria serta proyek telekomunikasi senilai $ 3 miliar dolar di Ethiopia, Sudan, dan Ghana.

Pemerintah Indonesia telah berupaya mencari keuntungan yang optimal, sekaligus meminimalkan risiko dengan mengarahkan investasi China sebagai kegiatan B2B (business to business). Dalam hal ini, pemerintah lebih berperan sebagai fasilitator investasi dan pembangunan. Sejumlah negara di Afrika tidak selengkap Indonesia yang memberikan jaminan kepada pemerintah untuk proyek-proyek BRI. 

Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan agar Indonesia mampu menyerap manfaat BRI tanpa terjerumus dalam jebakan utang China. 

Pertama, investasi China harus diarahkan pada industri yang memiliki nilai tambah tinggi, baik dari sisi ekonomi, teknologi, dan lainnya dan bukan sesuatu yang dapat dilakukan sendiri oleh negara di dalam negeri. 

Kedua, harus ada transfer teknologi dari China ke Indonesia, agar Indonesia bisa semakin memajukan industrinya di masa depan dan masyarakatnya tidak hanya bertindak sebagai konsumen. 

Ketiga, semua industri tersebut harus berwawasan lingkungan agar sumber daya alam, lingkungan, dan masyarakat sekitar dapat terlindungi. 

Keempat, proyek BRI harus menggunakan tenaga kerja Indonesia. Hal ini untuk memberikan kesempatan dan pengalaman kerja bagi tenaga kerja Indonesia. Terakhir, proyek-proyek ini harus direalisasikan sesuai dengan praktik terbaik tingkat internasional. 

Selain itu, harus disadari bahwa trend dunia saat ini sedang berubah dari pola konfrontasi menjadi pola kolaboratif. Penolakan BRI sepertinya bukan langkah yang realistis. Kerja sama dengan China, selama dikelola dengan memperhatikan beberapa aspek di atas, merupakan peluang emas yang harus terus dimanfaatkan Indonesia untuk kebaikannya sendiri.

Sumber : https://intpolicydigest.org/2019/08/04/can-indonesia-avoid-the-chinese-debt-trap/




ATTENTION FOR MOSLEM !!! ABAIKAN JIKA ADA IKLAN YANG MENAWARKAN KARTU KREDIT/PINJAMAN BERBUNGA/RIBA/JIMAT DLL
Back To Top