Apakah orang yang mempunyai hutang banyak wajib zakat ? Mengapa ? Bagaimana hukum mengeluarkan zakat bagi orang yang tidak mampu ?
Jika seseorang memiliki hutang sebanyak hartanya yang sekarang, atau bahkan lebih banyak hutangnya, apakah dia masih wajib mengeluarkan zakat dari hartanya yang sekarang, jika telah mencapai haul (satu tahun)?
Berikut rincian jawaban yang Kami lansir dari laman Umma :
Pertama, jika utang itu dibayar sebelum yang bersangkutan membayar zakat, sehingga total kekayaannya menjadi di bawah nishab atau bahkan habis, maka ia tidak wajib membayar zakat. Karena ia tidak lagi tergolong orang yang wajib mengeluarkan zakat, karena hartanya kurang dari nishabnya.
Kedua, jika utang belum dibayar, dalam arti masih menahannya karena jatuh temponya masih jauh, apakah nilai utang ini dapat mengurangi harta yang wajib dikeluarkan zakatnya? Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini.
Selanjutnya kita akan melihat perbedaan pendapat para ulama, apakah utang dapat mengurangi harta yang dizakati atau tidak?
Pendapat pertama, hutang mengurangi harta yang wajib dizakati secara mutlak, baik harta benda seperti emas, perak, tabungan, atau uang, serta untuk harta seperti ternak atau hasil pertanian. Ini adalah pendapat Imam Ahmad dalam salah satu riwayat.
Jadi, dari kasus pertanyaan di atas, jika si A memiliki uang tunai 100 juta, tetapi dia memiliki hutang 70 juta, maka si A tidak wajib membayar zakat, karena jumlah hartanya setelah dikurangi nilai hutangnya adalah dibawah satu nishab. Padahal dia belum melunasi hutangnya, ketika si A memberikan zakat.
Pendapat kedua, hutang mengurangi harta yaitu zakat harta batin, tetapi tidak menguranginya untuk harta dzahir. Demikian pula pendapat Imam Ahmad dalam salah satu riwayat lainnya. (al-Mughni, 4/263-266).
Pendapat ketiga, utang tidak mengurangi harta yaitu zakat, baik harta lahir maupun batin. Selama harta tersebut berada di atas nishab dan berlangsung selama satu tahun, maka tetap wajib membayar zakat, meskipun nilai hutang menghabiskan seluruh harta.
Inilah pendapat mayoritas ulama, antara lain: Rabi'ah ar-Ra'yi (guru Imam Malik), Hammad bin Abi Sulaiman, Imam as-Syafi'i dalam qoul Jadid (pendapat baru) dan pendapat Ahmad di tempat lain. narasi. (al-Mughni, 4/263 – 265).
Dalam al-Inshaf, al-Mardawi mengatakan, tidak ada zakat atas harta orang yang memiliki hutang yang nilainya mengurangi nishab. Ini adalah pendapat Madzhab Hambali, kecuali untuk komoditas tertentu.
Dan ini adalah pendapat sebagian besar Madzhab Hambali. Dan dari Imam Ahmad – dalam salah satu riwayat – utang tidak menghalangi zakat secara mutlak. (al-Inshaf, 20/3)
Dan pendapat yang paling dekat adalah pendapat yang ketiga, bahwa hutang tidak menjadi penghalang zakat, selama hutang itu masih ditahan. Ketika Khalifah Utsman hendak menarik zakat pada bulan tertentu, beliau mengingatkan, Ini adalah bulan zakatmu.
Barang siapa yang memiliki hutang, hendaknya dia segera melunasi hutangnya, agar dia mengetahui berapa sisa yang dia miliki. Kemudian membayar zakat untuk sisa aset. (HR. Malik dalam al-Muwatha', 322).
Atsar ini menunjukkan bahwa:
- Jika hutang belum dilunasi, maka dihitung sebagai harta yang wajib berzakat.
- Jika hutang itu dibayar dan masih ada sisa yang melebihi satu nishab, maka harta yang tersisa ini adalah zakatnya.
- Jika utang itu lunas dan tidak ada sisa yang melebihi satu nishab, maka tidak ada kewajiban zakat.
Cara Menghitung Zakat Bagi Yang Punya Hutang
Contoh paling umum di zaman kita adalah kasus hipotek. Ada orang yang punya tanggungan KPR 200 juta, dan punya uang tunai + total tabungan 100 juta. Apakah orang ini wajib mengeluarkan zakat? Jika dilihat dari total tabungannya (Rp 100 juta), dia wajib mengeluarkan zakat.
Dan jika hipotek dipotong, dikurangi 100 juta. Namun, mengingat hipotek ini tidak segera ditanggung, itu tidak diperhitungkan. Jadi orang ini tetap wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5% x 100 juta = 2,5 juta.
Itulah jawaban pertanyaan bagaimana pendapat ulama mengenai kewajiban zakat bagi orang yang berhutang. Semoga bisa dipahami.